Title : Nae Oppa, Nae Sarang!
Author : @lyaalyoot (lyotssi)
Length : Oneshoot (1.643 words)
Genre : Romance, Angst
Rating : PG13+
Main Cast(s) : -
Park Jiyeon
-Im JaeBum
(JB)
Other Cast : -
Park Jinyoung (JR)
Disclaimer : This FF mine! All cast(s) belong to God and
their parent.
Warning : Typo. Don’t be plagiarizm. Pls, leave u’re comment
after reading^^
Summary : Kumohon, berhentilah menganggapku sebagai adik
kecilmu.
-Jiyeon
PoV-
Aku
melihat kea rah jam tanganku, jam 6.30. 30 menit lagi kan masuk sekolah. Kemana
dia? Apa dia tidak masuk sekolah? Hari ini kan tahun ajaran baru untuknya. Dan,
hari pertama masuk SMA bagiku. Apa dia tidak takut terlambat, atau sesuatu
terjadi padanya di perjalanan? Aku menunduk dan menggoyang-goyang-kan kaki
kananku khawatir.
“Hoi!”
Dia sekarang sudah ada disampingku.
“Ya!
JB oppa! Kemana saja kau? Aku sudah menunggumu lama disini!” Aku menumpahkan
kekesalanku.
“Yang
salah itu kau! Kenapa kau menungguku tanpa memberitahuku, huh? Haha” Dia benar
juga. Tapi setidaknya dia harus menghargai itu bukan menertawakannya.
“Untuk
apa kau menungguku?” Mukanya tiba-tiba berubah serius.
“Karna..
Karna aku menyukaimu” Apa tadi? Yang barusan aku katakana? Tidak, kenapa aku
begitu jujur padanya? Mukaku langsung memerah dan aku menunduk malu.
“Ahahaha.
Ya! Naedongsaeng-ie! Jangan bercanda, kita kan sudah seperti saudara!” Dia
tertawa sambil mengacak rambutku.
“Ya
ya ya!! Hajima!! Apa yang kau lakukan? Merusak rambutku, huh?” Dia terus saja
tertawa. Aku membereskan rambutku. Di perjalanan ke sekolah kami sama-sama
membisu. Dia benar, kami sudah seperti saudara. Dari kecil kami memang selalu
bersama. Dia hanya menganggapku seorang adik.
“Ya!
Sunbae! Apa seragam baru ini terlihat bagus untukku?” Aku memecah keheningan.
“Hmmm…”
Dia melihat-lihat dan berpikir.
“Bagus,
kok. Kau akan jadi adik kelas tercantik Jiyeon-ah. Haha”
“Jinjjayo?”
“Ne,
haha” Ya, lagi-lagi dia bercanda. Bahkan ungkapan persaanku tadi hanyalah
sebuah gurauan dari seorang anak kecil untuknya. Dia hanya tidak tau, bahwa
gurauan-nya saja sudah membuat aku melayang ke langit ke tujuh.
***
“Naneun
Par Jiyeon imnida. Bangapseumnida. Semoga kita akan berteman dengan baik.
Gamsahamnida” Lalu aku membungkuk 90derajat. Sekarang adalah waktunya
perkenalan muris-murid baru di SMA ini. Aku harap akan mendapatkan banyak teman
disini.
“Jiyeon-ah!”
“Ne?”
Aku menoleh kea rah suara yang memanggilku tadi.
“Aku
Eunjung. Boleh aku meminta nomor handphone-mu?”
“Ah
ne, boleh saja” Lalu aku memberikan nomor handphone-ku padanya. Awal yang bagus, bukan? Sudah ada satu orang
yang..mungkin akan menjadi temanku.
Aku
belum mengetahui seluk beluk sekolah ini. Apa aku harus berjalan-jalan untuk
melihat? Ah, bukan ide buruk. Begitu aku ingin keluar dari pintu kelas, tiba-tiba
ada seorang namja yang ingin masuk. Kami hampr bertabrakan dan itu membuatku
kaget.
“AAA!
Ah mianhae mianhae” Ini memalukan. Berulang kali meminta maaf dan membungkuk
padanya.
“Ah
gwaenchana. Aku yang seharusnya minta maaf karna sudah hamper menabrakmu” Dia
tersenyum sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya yang mungkin saja tidak
gatal.
“Hmm.
Ne gwaenchana” Aku menggangguk.
“Kalau
begitu aku duluan ya” Kataku sambil ingin berlalu tapi, dia malah menghalauku
dengan menarik tanganku.
“M-mian
Jiyeon-ah. Sejak pertama kali aku melihatmu , kau terlihat sangat cantik. A-apa
aku boleh meminta nomor handphone-mu?” Katanya agak kikuk dan malu.
“Nde?
Ah b-boleh saja. Ini” Aku memberikan nomor handphone-ku. Baru kali ini ada namja
yang berkata aku cantik selain JB oppa. Wajar saja aku terlihat kaget.
***
Aku
sengaja menunggu di kantin agar bisa pulang bersama dengan JB oppa. Begitu
melihatnya keluar dari kelas aku langsung memanggilnya.
“JB
oppa!” Dia menoleh-noleh mencari sumber suara.
“Yeogie
oppa yeogie!” Aku melambai-lambai-kan tangan ke arahnya. Lalu kam berjalan
pulang bersama.
“Ah
Jiyeon-ie. Bukankah anak kelas 1 pulangnya lebih cepat?” Wajar saja dia
bertanya karna anak kelas 1 pulang sekitar 20 menit yang lalu.
“Aku
kan ingin pulang denganmu” Kataku ber-aegyo sambil menggelayut di tangannya.
Dia sama sekali tidak risih karna itu hal yang biasa aku lakukan padanya.
“Aigoo.
Manis sekali kau, haha” Dia mengacak halus rambutku.
“Ya!
Hajima!” Aku merapikan rambutku.
“Hm..
Oppa”
“Ne?”
Dia menoleh ke arahku yang sedang menghadap jalan.
“Tadi
ada namja yang meminta nomor handphone-ku”
“Wah,
baguslah. Temanmu akan bertambah” Katanya sambil tersenyum lebar.
“Dia
juga mengatakan aku cantik. Ah, mungkin itu hanya basa-basi seperti yang kau
lakukan, haha”
“Ya!
Tapi aku ini beda. Aku berkata cantik hanya padamu. Imej-ku di sekolah kan
cool, haha”
“Aigoo.
Haruskah aku mempercayainya, huh? Haha” Aku memasang pandangan smirk ke
arahnya. Ah oppa, kumohon, jangan membuat aku jadi merasa istimewa, karna itu
akan membuatku semakin berharap.
***
Malam
harinya saat aku menonton televisi, aku mendapat sebuah pesan.
“Haruskah
aku bergerak dari depan tivi? Aku yakin kalau itu adalah pesan dari operator,
karna siapa juga yang akan mengirimkan pesan padaku” Aku meratapi diriku sendiri.
Akhirnya aku membuka pesan itu.
“Huh?”
Aku agak tersentak.
From : Jinyoung
“Mian Jiyeon-ah, mungkin ini
terlalu tiba-tiba. Tapi, apakah kau
sudah memiliki namjachingu?”
“Uhuk
uhuk” Tiba-tiba saja aku tersedak setelah membaca pesan dari Jinyoung.
“Yaa!
Apa-apaan ini? Ini memang sangat tiba-tiba. Aku harus membalas apa, hmm” Aku
menggerutu sendiri.
To : Jinyoung
“Mian Jinyoung-ah. Sebenarnya aku sudah
lama menyukai seseorang. Tapi bertepuk sebelah tangan , karna aku sudah
ditolak, sih”
***
Jam
istirahat tiba. Aku membongkar tas-ku. Ah sial, aku lupa membawa bekalku. Aku
terpaksa harus pergi ke kantin.
“Jiyeon-ah!”
Saat aku membereskan buku-ku. JB oppa berdiri di depan kelasku. Aku mendekatinya.
“Ah
ne? Ige mwo-ya?” Aku menunjuk sesuatu yang ada di tangannya.
“Ini
bekal-mu. Omma-mu menitipkannya padaku” Dia menyerahkannya ketanganku.
“Ne,
gomawo oppa”
“Ne”
Dia pun berlalu pergi. Lalu beberapa teman tiba-tiba menggerumungi-ku.
“Ya!!
Apa yang kalian lakukan? Aku ingin memakan bekalku” Aku sedikit risih kepada
mereka yang memenuhi mejaku.
“Dia
siapa, Jiyeon? Namjachingu-mu?”
“Dia
sunbae kita kan? Keren sekali!”
“Siapa
namanya, Jiyeon?” Mereka bertubi-tubi menanyakan itu semua padaku.
“Dia
JB oppa, hanya sunbae. Yang kebetulan tetanggaku juga. Omma-ku menitipkan
bekalku padanya” Aku menjelaskan.
“Oh,
ne ne” Barulah mereka bubar.
“Hfft”
Aku membuang nafas.
“Jiyeon-ah?”
“Apa
lagi?! Dia hanya sunbae yang kebetulan dekatku!!” Aku membentak sebelum
menoleh. Saat aku menoleh, ternyata itu Jinyoung.
“A-ah
. Mianhae, Jinyoung” Aku benar-benar malu.
“Haha,
gwaenchana Jiyeon. Pulang sekolah nanti aku ingin berbicara sesuatu padamu.
Bisa kan?”
“B-baiklah”.
***
“Ige..”
Dia menyerahkan tiket nonton padaku.
“I-ige
mwoya?” Aku menyerngit heran.
“Aku
ingin berkencan denganmu besok, Jiyeon-ah”
“T-tapi,
aku..”
“Tapi
kau menyukai sunbae yang tadi kan? Kau bilang kau sudah ditolak, berarti aku
boleh kan berharap?”
***
Sepulang
sekolah aku menunggu JB oppa lagi di kantin, karna aku tau dia pasti akan lewat
sini.
“Jiyeon-ah!”
Nah benarkan? Dia memanggilku.
“Ne
oppa!” Aku berlari kearahnya.
“Kajja
kita pulang!”
“Ne,
kajja!”
“JB-ya!”
Kami menoleh. Kami? Seharusnya hanya JB oppa yang menoleh. Tapi entah kenapa
aku juga ikut menoleh.
“Ne,
sora?” JB oppa menanggapinya.
“Ige..
Bukumu tertinggal dikelas” Sora unni menyerahkan buku itu pada JB oppa.
“Ah,
gomawo”
“Ne,
cheonma. Ah, apa yeoja ini yeojachingu-mu, JB?” Dia tersenyum manis padaku. Aku
hanya tersenyum malu.
“Eoh,
bukan. Dia temanku sejak kecil. Jadi, aku sudah menanggapnya sebagai adik. Ah,
kami pulang duluan ya, Sora. Sampai nanti” JB oppa melambai kea rah Sora unni
dan aku membungkuk. Sora unni pun melambai ke arah kami. Sekali lagi, perkataan
JB oppa tadi membuat hatiku sakit. Aku tidak lebih hanya seorang adik untuknya.
Aku hanya terlalu berharap.
“Jiyeon”
“Ne,
oppa?” Dia memecah lamunanku.
“Aku
sudah tau namja yang meminta nomor handphone-mu kemarin”
“Kau
tau? Dari mana oppa?” Tanya-ku penasaran.
“Saat
aku ke kelasmu tadi, dia melototiku haha”
“Jinyoung?!”
“Aku
jadi sedih, hfft” Dia membuang nafas.
“Sedih?
Wae?”
“Karna
adik manisku akan diambil orang, haha”
“Aku
tidak pacaran dengannya. Hanya berteman biasa, oppa. Lagi pula kalau aku
pacaran, nanti kau bisa menangis kesepian. Haha” Aku tertawa.. yang di
paksakan.
“Haha,
apa yang kau katakana, huh?” Dia mengacak rambutku.
Kami
duduk di sebuah bangku taman yang tidak jauh dari rumah kami. Tiba-tiba aku
kembali teringat kata-katanya tadi. Kami sudah seperti saudara. Tapi perasaanku
lebih. Dia hanya menganggap aku adik. Tapi aku tidak bisa membohongi rasa
cintaku padanya. Rasa cintaku padanya bukan sebagai sekarang oppa, tapi sebagai
namja.
“Jiyeon?
Kau terlihat murung? Waeyo?” Dia terlihat khawatir.
“Kau
punya masalah dengan namja itu?” Dia menambah daftar pertanyaannya.
“Besok,
dia mengajakku kencan, oppa” Dia menggenggam tanganku. Ini bukan yang pertama
kalinya tapi jantungku berdebar sangat kencang.
“Bukannya
waktu itu kau bilang kau tidak pacaran dengannya? Bukankah kau pernah
mengatakan kalau kau menyukaiku walau Cuma bercanda?” Jantungku berdebar
semakin kencang. Aku menjauhkan tangannya dari tanganku, dia terlihat heran.
Aku tiba-tiba meneteskan air mata.
“Ya,
Jiyeon-ie! Kenapa kau menangis?” Dia menghapus air mataku dengan tangannya. Aku
menunduk.
“Bukan..
Bukan bercanda! Aku dari dulu sampai sekarang.. Tetap menyukaimu, oppa!”
“Eh?
A-aku?” Dia tersentak kaget. Aku berlari sambil menangis masuk ke dalam rumah.
Aku menutup pintu kamarku lalu terduduk sambil menangis memeluk lututku. Dia..
Dia benar-benar hanya menganggapku sebagai seorang adik. Tidak lebih. Tapi
bagaimana bisa aku menghilangkan perasaan ini padanya?
Tiba-tiba
sebuah pesan masuk ke handphone-ku.
From : Jinyoung
“Aku sedang kesepian. Bisakah
kita makan ice cream bersama? Aku yang traktir^^”
Haruskah
aku membuka hatiku untuk Jinyoung? Dia hanya ingin makan ice cream denganku,
kan? Kenapa tidak? Bisa saja itu membuat aku kembali ceria.
Disaat
aku membuka pintu pagar rumahku. Disampingnya sedang duduk tersandar seorang
namja. Aku harus berusaha menjauhinya, jika aku ingin menghilangkan rasa ini
padanya. Dia yang menyadariku tiba-tiba berdiri.
“Mau
kemana kau?”
“Bukan
urusanmu, oppa” Aku menjawab cuek tanpa berani melihat mukanya.
“Jika
kau ingin pergi bersama namja itu, aku melarangnya”
“Apa
hak-mu untuk melarangku? Sudahlah, aku ingin pergi, oppa” Baru selangkah aku
berjalan, aku tersentak karna dia menaarik tanganku.
“Karna
jika kau pergi.. Aku akan cemburu”
“Bukankah
yang bilang bahwa hubungan kita hanya seperti saudara?” Aku menyerngit marah
kepadanya.
“Tapi
aku mencintaimu..” Dia memelukku.
“Ya,
aku tau, oppa. Sebagai seorang adik, kan?”
“Anhi”
Dia.. Dia dengan tiba-tiba mencium bibirku. Aku tersentak kaget. Mataku
terbelalak. Jantungku berdebar sangat kencang.
“Sebagai
adik? Anhi. AKu mencintaimu sebagai yeoja. Bagaimana bisa aku melakukan hal
tadi kepada seorang adik, huh?” Dia tersenyum lalu kembali memelukku.
“Saranghae,
oppa” Aku membalas pelukannya, lalu tersenyum.
“Nado,
Jiyeon-ie”.